PERBUB LINGGA NOMOR 55 TAHUN 2011

Dabo, (LINGGA POS) – Kebijakan Bupati Lingga H. Daria dalam upaya untuk melestarikan batik khas negeri Bunda Tanah Melayu, Daik Lingga patut di dukung. Demikian tanggapan sebagian besar masyarakat Lingga, berkenaan dengan keluarnya Peraturan Bupati (Perbup) Lingga Nomor 55 tahun 2011 tentang kebijakan untuk mengenakan baju batik bagi para siswa dari tingkat TK-SMA sederajat di Kabupaten Lingga.

Dalam suatu kesempatan, H. Daria menjelaskan harga baju batik untuk siswa yang ditawarkan dengan harga sekitar Rp60 ribu-Rp70 ribu cukup wajar. Apalagi jika diingat kebijakan ini bertujuan untuk mempopulerkan dan melestarikan batik khas Lingga, yang sudah cukup dikenal di masyarakat. “Bayangkan saja, dari sejak pengolahan, desain dan motif dan proses pengerjaannya hingga menjadi batik khas Lingga memerlukan dana awal yang tidak mudah sehingga layak dipakai dan menjadi kebanggaan tersendiri,” ujarnya. Kata dia, kebijakan ini teknisnya nanti berada di dinas terkait seperti Disdikpora Lingga dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Lingga.

Menurut Ketua Komisi III DPRD Lingga, yang menangani bidang pendidikan Kesra, Rudi Purwonugroho, prinsipnya dia sangat setuju dan mendukung penuh kebijakan tersebut. Hanya saja ia menekankan agar harga ЧªϞφ dibebankan kepada masyarakat (orang tua) siswa tidak memberatkan dan dapat terjangkau. “Saya memberikan solusi agar untuk suksesnya penerapan kebijakan ini, dana untuk pengadaan baju batik tersebut dapat diambil saja dari Dana Bantuan Pendidikan yang telah tersedia dari pihak pengusaha tambang yang beroperasi di Lingga dalam bentuk rekening di Bank BPR Danamas Dabo,” kata Rudi dikutip di Batam Pos kemarin.

Ditanya tanggapan masyarakat tentang kebijakan itu misalnya, Mila, 28, warga Pasir Kuning, Dabo menyatakan setuju saja. “Cuma kalau boleh harganya jangan terlalu mahal dan bisa dicicil,” ujar ibu 2 orang putra yang sudah duduk d4 SMP dan SMA ini. “Kasihan warga yang tidak mampu, mau masuk SMA saja uang masuknya Rp750 ribu per siswa untuk bahan baju seragam. Sangat memberatkan, apalagi dibayar dua kali pun tak bisa,” imbuhnya.

Senada dikatakan Kimra, 41, warga Sekoplaut, Dabo. Dia malah heran siswa dibebankan biaya masuk dengan alasan untuk dana seragam sekolah. “Harganya terlalu tinggi. Jangan hendaknya dijadikan untuk mencari untung dengan berkilah untuk seragam,” kata ayah dari tiga putri yang sudah duduk dibangku SD dan SMP di Dabo. “Jadinya program pemerintah wajib belajar 9 tahun dan mau ditingkatkan 12 tahun hanya basa-basi saja, malah dengan pola seperti pakaian seragam ini makin memberatkan orang tua untuk menyekolahkan anaknya,” lanjut dia.

Memang, para orang tua mau tidak mau harus ekstra merogoh saku dalam-dalam. Apalagi belum ada peraturan baku dari pihak terkait berkenaan dengan uang masuk di masing-masing sekolah -yang mengharuskan orang tua membayar uang masuk dengan dalih untuk pembelian baju seragam. Di tiap sekolah menentukan sendiri dananya. Padahal hal tersebut dapat disedialan orang tua siswa sendiri, misalnya bagi yang belum mampu bisa memakai pakaian bekas yang masii layak pakai dari kakaknya, atau membeli dengan bahan yang terjangkau, atau secara cicilan.

Bayangkan, tiap siswa baru bisa bersekolah jika sudah punya seragam sekolah (Osis), baju olahraga, baju pramuka, baju kurung dan ditambah baju batik, dan belum lagi atribut, aksesoris, buku, dan lain-lainnya. (arn)

Kategori: LINGGA Tags: , , ,
Topik populer pada artikel ini:

Berikan Komentar

Kirim Komentar

Bookmark dan Bagikan

Lingga Pos © 2019. Hak Cipta dilindungi undang-undang. Powered by Web Design Batam.