MENYIMAK 7 TAHUN PERJALANAN KABUPATEN LINGGA

7 tahun kabupaten lingga

7 tahun kabupaten lingga

Lazimnya, momen bertambahnya usia dimeriahkan oleh sejumlah perayaan-perayaan yang meriah. Begitu pula dengan perayaan ulang tahun Kabupaten Lingga. Tanpa terasa daerah otonom baru ini telah mencapai usia 7 tahun. Tujuh tahun perjalanan dengan kompleksitas permasalahan pemerintahan daerah. Mulai dari konflik politik, izin pertambangan sampai dengan korupsi yang satu demi satu pejabat-pejabat daerah meringkik dibalik jeruji besi. Persoalannya juga meliputi berbagai dimensi, mulai dari kasus pengadaan baju dinas, proyek sawah, hingga proyek infrastruktur serta berbagai masalah lainnya.

Dapat dikatakan bahwa masyarakat dan penyelenggara pemerintahan daerah Kabupaten Lingga adalah sekumpulan populasi yang latah terhadap fenomena daerah, ada yang anti kritik serta yang meng-kritik. Inilah konsekuensi logis dari demokrasi. Perbincangan mengenai dimensi politik dalam ranah lokal tersebar disegala lini, baik dari gedung wakil rakyat hingga ke kedai kopi. Hal ini pula menandakan antusiasme demokrasi dan perkembangan masyarakat sesuai dengan arah pendulum perubahan kebijakan desentralisasi yaitu semangat local democracy model.

Dalam 7 tahun perjalanan Kabupaten Lingga juga tampak berbagai pembangunan khususnya infrastruktur sehingga dapat memangkas rentang kendali geografis. Kemudian pelayanan masyarakat khususnya pelayanan kependudukan yang mencapai keberhasilan sekitar 80% yang memiliki kualitas sesuai indikator pelayanan, kecepatan, kemudahan, ketepatan dan keadilan.

Dimensi Penyelenggaraan Otonomi Daerah

Sejak bergulirnya otonomi daerah berbagai dimensi yang terjadi di daerah di seluruh Indonesia. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tampak bahwa posisi kepala daerah semakin kuat. Ada dua hal yang membuat posisi kepala daerah menjadi kuat, yaitu, pertama, kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat secara demokratis, kedua, semakin lemahnya akuntabilitas kepala daerah terhadap DPRD, karena kepala daerah bertanggungjawab langsung kepada pemerintah pusat. Euphoria reformasi juga membawa dampak tingginya partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah (meskipun saat ini terjadi semacam pencaharian keseimbangan antara structural efficiency model dan local democracy model atau keseimbangan antara nilai demokrasi lokal dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan), sehingga sampai saat ini lebih dari 500-an daerah otonom baik propinsi, kabupaten dan kota. Bahkan masih banyak calon daerah pemekaran yang masih dalam daftar tunggu serta masih banyak juga geliat pemekaran daerah yang sudah muncul kepermukaan.

Jika dilihat dari kuantitas memang Indonesia sangat sedikit porsi daerah otonom dibanding negara lain. Katakanlah Jerman memiliki sekitar 13.000 pemerintahan lokal yang dikenal dengan istilah gemeinde, commune, dan städte, Perancis yang memiliki pemerintahan local sekitar 34.000 (Gemainde, Département Région) atau Amerika Serikat dengan jumlah daerah otonom mencapai 87.453 (pada kondisi 1997) dengan berbagai jenis daerah otonom, yaitu : Counties, Municipal-City, Municipal-Town, School District dan Special District. Hanya saja daerah-daerah tersebut memiliki kualitas tersendiri. Sedangkan di Indonesia dengan daerah otonom yang sedikit tetapi memiliki masalah yang cukup banyak dan kompleks.

Slogan superlatif yang sering didengar ketika isu pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedikit sekali daerah pemekaran yang berhasil dalam penyelenggaraannya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya sementara sebagian besar daerah pemekaran masih bergantung dari Dana Alokasi Umum (DAU). Masalah yang kerap kali terjadi adalah ketika daerah tersebut berhasil mendapatkan posisi otonom, maka kesejahteraan tinggal kesejahteraan, masyarakat tinggal masyarakat. Elit politik lokal-lah yang menikmati keberhasilan tersebut. Kemudian berbagai jenis eksploitasi sumber daya alam dilakukan dengan alasan untuk meningkatkan sumber pendapatan daerah dan berbagai jenis peraturan daerah yang terbit menyangkut pajak dan retribusi daerah dengan alasan yang sama.

Pada prinsipnya sumber keuangan daerah terbagi tiga, yaitu : locally raised revenue (Pendapatan Asli Daerah), transferred or assigned income (Transfer dari pemerintah atasan berupa DAU, DAK, DBH) serta loans (pinjaman daerah). Eksploitasi Sumber Daya Alam adalah bagian dari upaya peningkatan pendapatan daerah (locally raised revenue). Kemudian bermunculan berbagai macam regulasi tentang potensi pajak dan retribusi daerah, sedikit saja peluang income maka regulasi-pun dibuat, tanpa melihat dampak yang terjadi pada masyarakat. Padahal substansi otonomi daerah adalah menekan high cost economy kemudian  dalam pasal 7 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 7 butir (a) dikatakan dalam upaya meningkatkan PAD, daerah dilarang : menetapkan Peraturan Daerah tentang pendapatan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Tetapi masih banyak ditemukan kebijakan-kebijakan atau peraturan daerah yang tidak berpihak kepada masyarakat atau melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan yang lebih tinggi. Sehingga mengenai peraturan daerah yang memungut pajak dan retribusi diluar ketentuan sama saja dengan mengangkangi peraturan yang lebih tinggi sesuai dengan asas-asas pemberlakuan peraturan yaitu Lex Superior Derogat Lege Inferiori (Peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi).

Substansi Daerah Otonom

Dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 butir 5 menjelaskan, Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Otonomi sebagai kewenangan (birokrasi) dan otonomi sebagai proses pembelajaran (Ndraha : 2005 : 148) dengan menggunakan modal (input) yang ada menuju kondisi ideal sebagai daerah otonom. Ada beberapa hal yang jarang diperhatikan dalam konteks daerah otonom, dan apa sebenarnya defenisi daerah otonom tersebut. Dalam butir ke 6 pasal 1 Undang-Undang tersebut menjelaskan Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam perspektif Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) daerah otonom selanjutnya daerah didefinisikan :

  1. Sebagai masyarakat hukum (rechtspersoon, subjek hukum, aktor perbuatan hukum, diakui, dihormati, dilindungi, demokratisasi).
  2. Sebagai satuan ekonomi publik/ unit ekonomi publik (mengelola public goods, sistem ekonomi, oikos dan nomos, properti, pelayanan). Tandanya nilai tambah dapat dinikmati dengan layak oleh rumah tangga setempat.
  3. Sebagai lingkungan budaya (sistem nilai, identitas, sejarah, tradisi, adat istiadat, uniqueness).
  4. Sebagai Lebensraum (ruang hidup generasi yang akan datang); pelestarian alam, natural resources decreasing index, human development index, kebijakan pendekatan regional, kontinum desa-kota, kebersamaan.
  5. Sebagai subsistem nasional. Integritas nasional/ kesebangsaan.

Akan lebih baik jika kelima hal diatas dapat dituangkan dalam kebijakan pemerintah secara siklik sehingga kelima hal inilah yang dapat menjadi prospek indikator kearifan lokal. Sering kita menyaksikan berapa banyak daerah yang melakukan eksploitasi sumber daya alam dengan alasan untuk menambah income daerah. Keranjingan eksploitasi inilah yang menghilangkan nilai lebensraum tersebut. Hasil dari eksploitasi yang menjadi income daerah tersebut hanya dapat dinikmati dimasa sekarang, sedangkan generasi mendatang hanya dapat residu bahkan bencana dari eksploitasi tersebut yang akan ditanggung dimasa yang akan datang. Masih banyak sumber daya alam lain yang dapat diperbaharui memiliki potensi untuk peningkatan pendapatan daerah hingga sumber daya buatan yang dapat menciptakan nilai lebih bagi suatu daerah. Persoalan ini tergantung pada bagaimana mengelola kualitas sumber daya manusianya sendiri. Daya manusia adalah enerji istimewa yang berfungsi sebagai input kerja (Ndraha : 2002 :1). Sumber daya manusia (human resource) adalah the people who ready, willing, and able to contribute to organizational goals, demikian William B. Werther dan Keith Davis dalam Human Resource and Personel Management (1996 : 596) dalam Ndraha (2002 : 9). Potensi inilah mestinya ditingkatkan agar kedepan segala sesuatu yang tidak diinginkan dapat diminimalisasikan bahkan tidak akan terjadi.

Fenomena Kepegawaian Daerah

Kebijakan desentralisasi yang mengalami perubahan maka kebijakan dibidang kepegawaian juga ikut berubah. Perubahan tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang dalam praktik pelaksanaannya berbentuk integrated national and local personnel system. Tetapi lama kelamaan bentuk sistem kepegawaian juga menjadi berubah meskipun sudah ada ketetapan normatif yang berlaku diseluruh Indonesia. Sehingga menggambarkan bahwa setiap daerah di Indonesia tak terkecuali di Kabupaten Lingga terjadi kekentalan dalam hal spoil system atau patronage system. Masih kuat dan mengakarnya sistem ini yang mendasarkan diri pada keluarga, suku, partai, daerah dan lain sebagainya. Semua hal tersebut akan mempengaruhi kualitas profesionalisme. Kemudian penambahan personel-personel titipan berupa honor kantor, Pegawai Tidak Tetap (PTT) yang akhirnya mereka mengharapkan untuk diangkat menjadi PNS dengan segala tuntutan. Dalam salah satu derajat desentralisasi bahwa semakin tinggi ketergantungan finansial daerah kepada pusat maka derajat desentralisasinya semakin rendah. Hal ini harus diperhatikan, sehingga beban keuangan daerah untuk membayar gaji pegawai dari bermacam lini dapat tertata. Artinya tidak ada lagi rekrut personel berbentuk tenaga honorer apalagi honor kantor, karena ekspektasi tenaga honorer tersebut secara psikologis akan mempengaruhi masa depannya sendiri. Apalagi selama ini rekrutmen dominan berdasarkan kedekatan dan mirip seperti komoditas politik kepala daerah.

Proposisi ini mengandung implikasi etik yang dalam dan luas. Seperti diketahui, masajabatan politisi dan birokrat, sekitar lima tahunan. Dalam kondisi Negara koruptif, lima tahun terhitung pendek, karena dua tiga tahun dari masa itu digunakan untuk membayar hutang, sedangkan sisanya untuk melicinkan pertanggungjawaban pada akhir masa jabatan, atau buat menangguk popularitas. Semakin seorang pejabat hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri, semakin pendek jangkauan pandangannya ke depan, yaitu sebatas masa jabatannya. Sebaliknya, semakin ia melepaskan kepentingan dirinya sendiri dan mengutamakan kepentingan generasi yang akan datang, semakin bebas ia berpikir, semakin jauh, dalam dan luas pandangannya ke depan.

Kemudian transparansi dalam penerimaan CPNS yang bersih dari praktik KKN. Fenomena CPNS sangatlah unit isu-isu NKRI dan putra daerahpun mengalami kemelut saat itu. Daerah mengeluarkan pernyataan prioritas putra daerah dengan identitas kependudukan daerah setempat, tetapi masih banyak dari daerah lain yang lolos dalam penerimaan dengan menghilangkan tempat tanggal lahir pada pengumuman kelulusan administrasi. Seperti contoh beberapa waktu yang lalu, bisa lulus di dua tempat dan bisa lulus tanpa tes administrasi. Lalu, Universitas sekaliber Universitas Indonesia disalahkan serta mengakui kesalahan.

Semoga saja kedepannya Kabupaten Lingga semakin maju serta dapat merefleksikan persoalan-persoalan pada tahun-tahun sebelumnya untuk perkembangan menuju masa depan. Sehingga dapat memberantas korupsi daerah, peningkatan infrastruktur dan yang lebih penting lagi adalah prioritas peningkatan sumber daya manusia. Kemajuan suatu daerah tidak hanya tergantung pada modal uang (Money Capital) saja, melainkan perpaduan dengan modal intelektual (Intellectual Capital) dan modal sosial (Social Capital). Wallahualam bissawab.

Sent 04:17:36 AM UTC, Friday January 7 2011 by Mendra Wijaya (mendra_wijaya@ymail.com).

Kategori: KOLOM, LINGGA Tags: , , , , , ,
Topik populer pada artikel ini: kabupaten LINGGA, Info cpns lingga 2013, Info cpns kabupaten lingga

15 Responses to "MENYIMAK 7 TAHUN PERJALANAN KABUPATEN LINGGA"

  1. fahmi berkata:

    transparansi eksekutif n legislatif yg penting

  2. violence berkata:

    Yang jelas eksekutif. Karena posisi eksekutif lebih kuat. Kenapa? 1. Kepala Daerah dipilih langsung oleh masyarakat secara demokratis. 2. Hilangnya akuntabilitas Kepala Daerah ke DPRD, karena Kepala Daerah bertanggungjawab langsung kepada pemerintah atasannya.

  3. atan raz berkata:

    lantaklah…. ape nak cakap cakap aje.

  4. Smoga saja ke depan nya menjadi lebih baik.

  5. Zolaiha Zuchdi berkata:

    mau tanya kabupaten lingga itu masuk wilayah Kepri, pulau apa ya, saya dari jaqkarta mau kesana.

  6. Dozi Susanto berkata:

    Indikator variabel yang di teliti subjektif, perlu penyempunaan, karena saya melihat bahwa kesimpulan ini hanya kesimpulan yang berpopulasi sempit, dan sampel spesifik, saran saya coba menggunakan snowball sampling

    • Mendra Wijaya berkata:

      Apakah penelitian dengan pendekatan manajerial dan legalistik membutuhkan sampling? Soalnya saya peneliti LPPM UMRI belum pernah dengar studi manajerial dan legalistik menggunakan sampling seperti snowball. Mohon ajarkan saya ya.

    • Dozi Susanto berkata:

      sampling berdasark fakta yang pernah yang terjadi sebagai pembanding, sehingga hasil penelitian tidak bersifat aspirasi politik, tendensius, resiko menilai kinerja dari sudut pandang kajian pustaka, mohon maaf sebenarnya kalau kita mau jujur kendala serta problematika dilapangan tidaklah sesederhana seperti masalah yang dipaparkan di media dan buku..semoga bermanfaat

  7. Haryanto Spd berkata:

    menuju kebersamaan dan kesejahteraan bersama…diharapkan sering masyarakat diskusi publik dengan instansi terkait….mudah2an dengan konsep kekeluargaan kab lingga menjadi berkembang dengan ditopang rahmatan alamin atas kekayaan alamnya..wasssalam

    • Nelson berkata:

      sbenere patokannya DIPA dan POK sakter masing2, ad ga kegiatan it tercantum, ke UP maksudnya jumlah UP ya? misal UP nya 50jt, iya brarti minimal untuk bs GU jumlahnya 75% dari jumlah UP, misal 75% dari 50 jt = 37,5 jt untuk selanjutnya apakah hanya itu2 sj, jawabannya relatif, tergantung apakah dalam perencanaan sesuai DIPA dan POK kegiatan2 it memang rutin ad setiap bulan, namun biasanya sperti ATK contohnya, tiap bulan slalu ad, tp balik lg ke Pemegang kebijakan, apakah mw dicairin anggaran kegiatan tsb tiap bulan atau 2 bulan sekali.. CMIIW 🙂

  8. Syamsudin Bj berkata:

    Selamat berjuang, semoge Lingge menjadi maju untok meningkatkan kesejahteraan warge Lingge, amin. Sebagai putre Lingge diperantauan kami sangat bangge dengan kemajuan yang telah dicapai oleh Kabupaten Lingge. Majulah Lingge, majulah tanah kelahiranku.

  9. Armeynd Sufhasril berkata:

    Maju dan jayalah Lingga ke depan, sekeping kenangan kehidupan tertancap di puncak gunung Daik bercabang tiga. Semoga tak terkelupas kulitnya direngkuh gelintan nafsu gemerincing, di sekeliling samudera biru.

Berikan Komentar

Kirim Komentar

Bookmark dan Bagikan

Lingga Pos © 2019. Hak Cipta dilindungi undang-undang. Powered by Web Design Batam.