Khazanah Melayu : ABAD KE-19 DUNIA TULIS MENULIS ‘MELEDAK’ di PENYENGAT INDERASAKTI

(LINGGA POS) – Dunia tulis menulis atau kepengarangan dalam konteks naskah kuno yang sedang dibicarakan ini ‘meledak’ di Kepulauan Riau pada abad ke-19. Sedikitnya 26 orang penulis dari sekitar 90 ribu orang penduduk di kerajaan ini, muncul ke permukaan dengan beberapa bukunya. Mereka menulis dalam berbagai bidang. Belum lagi nama-nama mereka yang kurang masuk dalam hitungan karena intensitas dan karyanya yang tidak mengakar. Sebutlah nama Cik Dolah, yang pada awal abad ke-20 menulis catatan hariannya tentang sosial politik di pusat Kerajaan Riau-Lingga, Pulau Penyengat Inderasakti.

Tak dapat dipungkiri, perhatian besar terhadap dunia tulis menulis ini juga diberikan oleh pemegang tampuk kekuasaan. Buktinya antara lain, Yang Dipertuan Muda (YDM) Yusuf-Ahmadi, dipenghujung abad ke-19 telah memprakarsai berdirinya sebuah percetakan bernama Mathabaat al-Riauwiyah, menyusul perpustakaan Khutub Khannah Marhum Ahmadi. Perpustakaan ini konon mengoleksi tak kurang dari 1.000 judul buku yang disimpan di dalam Istana Yusuf al-Ahmadi sendiri, berdampingan dengan Masjid Sultan di Pulau Penyengat Inderasakti.

Setelah angkatan Engku Haji Tua, Lebai Abu, Raja Ali Haji, dan H Ibrahim, berbagai kegiatan intelektual berlangsung sangat marak. Antara lain di bawah pimpinan Raja Ali Kelana, Khalid Hitam, dan Abu Muhammad Adnan. Selain bergiat dalam dunia tulis menulis, mereka juga ikut dalam gerakan perjuangan untuk menghalau bangsa kolonialis Belanda, yang antara lain dengan mendirikan organisasi yang diberi nama Rusydiah Klub pada 1896. Kegiatan berupa diskusi dan menggelorakan semangat perlawanan terhadap bangsa penjajah yang dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan membuat selebaran yang berisikan kekalahan bangsa Rusia dari Dai Nippon atawa Jepang pada 1905, yang secara intens dilakukan oleh jajaran Rusydiah Klub.

Tak sekedar itu, organisasi ini juga mengirim Raja Ali Kelana ke Turki dan Khalid Hitam ke Jepang pada 1907 guna mencari dukungan politik dan ekonomi dalam menghadapi Belanda, meskipun memang misi ini tidak berhasil secara signifikan. Sementara di bidang ekonomi, mereka mendirikan serikat dagang dengan berbagai usaha dan termasuk sekolah, penerbitan, dimana sisa-sisanya masih dapat dilihat di negara Singapura sekarang. Kegiatan intelektual semacam inilah yang menjadi salah satu sebab membuat Belanda menghapuskan Kerajaan Riau-Lingga pada 1913. Bahkan, pengumuman abdikasi Sultan pada 1911, tidak dilakukan penguasa Belanda di keraton Riau, tetapi justru di Gedung Rusydiah Klub. Ternyata, Belanda tak dapat menaklukkan orang-orang Riau-Lingga. Masyarakat di negeri Melayu ini merasa lebih baik berhijrah menuju wilayah yang dapat membangkitkan marwah terutama ke Semenanjung Malaka. Sekitar 80 persen dari sekitar 6.000 orang penduduk Pulau Penyengat Inderasakti ketika itu misalnya, meninggalkan ibukota kerajaan Melayu Riau-Lingga bersama pemimpin negeri. (taufik ikram jamil/k)

Kategori: KEPRI, KHAZANAH MELAYU, KOLOM Tags: , , , , , , , , , ,
Topik populer pada artikel ini:

Berikan Komentar

Kirim Komentar

Bookmark dan Bagikan

Lingga Pos © 2019. Hak Cipta dilindungi undang-undang. Powered by Web Design Batam.