MAU JADI DOKTER? SIAPKAN DANA RP500 JUTA

Jakarta (LINGGA POS) – Profesi dokter masih menjadi favorit calon mahasiswa baru. Namun, untuk kuliah menjadi dokter masyarakat harus merogoh kocek super dalam, meski pun kuliah di kampus negeri (PTN) yang mendapatkan subsidi besar dari negara. Biaya untuk menjadi dokter teramat mahal. Kemendikbud menerapkan sistem uang kuliah tunggal (UKT) sebagai penentu besaran tarif SPP yang dibayar mahasiswa setiap bulannya. Besarnya UKT terdiri dari beberapa kelompok, mulai rendah (Rp500 ribu per semester) ada juga yang gratis atau maksimal 5 persen mahasiswa baru di PTN hingga tertinggi. Salah satu kampus negeri yang menerapkan SPP tinggi di fakultas kedokteran adalah Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar. Prodi Pendidikan Kedokteran tertinggi Rp47,5 juta per semester. Dan itu belum termasuk biaya masuk atau uang pangkal yang maksimal Rp100 juta untuk sekali selama masa studi.
   
Hitung saja. Jika studi selesai 8 semester, maka biaya kuliah di kedokteran mencapai Rp480 juta. Rinciannya, Rp80 juta uang SPP (8 semester) dan ditambah uang pangkal Rp100 juta. Sementara di Universitas Indonesia (UI) Jakarta secara normatif membebani biaya SPP mahasiswa kedokteran Rp7,5 juta per semester. Namun untuk mahasiswa baru harus membayar uang pangkal (UP) Rp25 juta untuk sekali masuk. Ini belum termasuk untuk mengambil profesi dokter yang sebesar Rp7,5 juta bagi kelas reguler dan Rp15 juta untuk kelas khusus.    SUDAH ADA BOPTN.  Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud, Haryono Umar menyatakan prihatin dengan kampus negeri yang masih menarik SPP tinggi untuk menjadi dokter. Pasalnya, gaji dosen PNS di kampus negeri sudah ditanggung negara. Kampus negeri (PTN) juga masih menerima suntikan dana bantuan operasional perguruan tinggi negeri (B0PTN). Tercatat misalnya, B0PTN untuk UI sebesar Rp226,7 miliar, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta sebesar Rp170,1 miliar atau Universitas Brawijaya (UNIBRAW) Malang, Rp133 miliar. “Dengan adanya kucuran B0PTN itu, harusnya beban masyarakat (SPP yang dibayar mahasiswa, red) makin turun,” tampik dia. Namun, alih-alih pihak kampus berdalih dana B0PTN itu tak cukup, manalagi biaya operasional, khususnya di prodi kedokteran. Haryono berharap seharusnya kampus tidak melimpahkan kekurangan biaya operasional kepada mahasiswa. Kampus seharusnya memanfaatkan keleluasaan mereka untuk bekerjasama dengan koporasi atau pemerintah pusat dan daerah (pemda) menghimpun dana secara sah atau memanfaatkan aset-aset mereka (tanah/bangunan) untuk kepentingan komersial. Hasilnya dapat dipakai sebagai cross subsidi sehingga beban SPP yang dibayar mahasiswa tidak terlalu mahal.   
Mendikbud M. Nuh pernah menggagas skenario guna menekan biaya kuliah di kedokteran  misalnya dengan meningkatkan porsi mahasiswa kedokteran melalui ikatan dinas atau tugas belajar yang ditanggung oleh Pemda (provinsi, kabupaten/kota) tempat asal mahasiswa. “Dengan cara ini biaya kuliah bisa ditanggung instansi pemberi ikatan dinas,” kata Nuh. Pihaknya, bersama DPR sudah sepakat porsi mahasiswa kedokteran ikatan dinas harus ditingkatkan. (wan,nov/jpnn)

Kategori: NASIONAL Tags: , , ,
Topik populer pada artikel ini:

Berikan Komentar

Kirim Komentar

Bookmark dan Bagikan

Lingga Pos © 2019. Hak Cipta dilindungi undang-undang. Powered by Web Design Batam.