JUSUF KALLA : AHOK ITU IBARAT DONALD TRUMP

Jakarta, LINGGA POS – HINDARI SARA.


Wakil Presiden RI Jusuf Kalla meminta calon gubernur tidak bicara kasar dan memancing isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Hal itu diungkapkannya terkait dugaan penghinaan (penistaan) Al-Quran surat Al-Maidah ayat 51 yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok. “Saya lihat kasus Surat Al-Maidah ayat 51 bukan ayat itu yang dipersoalkan, tetapi adalah kata bohong,” ujar Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, Jumat (21/10). Dia lalu mengutip pidato Ahok di Kepulauan Seribu yang menyebut Surat Al-Maidah ayat 51, “Ibu-ibu, Saudara-saudara sekalian kalau tidak mau pilih saya karena dibohongin dengan memakai Al-Maidah ayat 51 dan macam-macam.” Kalla lantas menghilangkan kata bohong. Kalimatnya menjadi seperti ini, “Ibu-ibu, Saudara-saudara sekalian, apabila tidak pilih saya karena Surat Al-Maidah itu, ya nggak apa-apa.” Kalla menjelaskan, andaikata Ahok tidak memyebut kata ‘bohong’, tentu tidak akan muncul kemarahan dan kehebohan dari banyak orang.

“Marah nggak orang, nggak marahkan?” tanya Kalla. Dia mengibaratkan Ahok dengan calon presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Dalam survei atau polling, pemilih Trump menurun karena Trump suka menuduh kiri-kanan. “Jadi ya, mulutmu harimau-mu, itu saja masalah Jakarta itu,” kata Kalla. “Dalam demokrasi, orang bebas memilih sesuai apa yang disuka, termasuk alasan primordial, soal kesamaan agama,” tambahnya. Lanjut dia, jika ada orang menyarankan memilih figur tertentu dengan alasan tersebut ke kalangan internal, hal tersebut boleh-boleh saja. “Kalau di kalangan sendiri silahkan saja berdiskusi, bahwa suka si A, si B, silahkan saja,” jelasnya. Kecenderungan orang memilih figur pemimpin dengan kesamaan agama atau faktor lainnya, adalah hal yang terjadi di semua negara, lanjutnya.

AMERIKA BUTUH WAKTU 240 TAHUN.

Bahkan, lanjut Kalla, hal itu terjadi di AS, sehingga negara yang katanya paling demokratis di dunia itu butuh waktu 240 tahun dimana orang kulit hitam baru bisa jadi presiden. Juga butuh 175 tahun sejak mereka, orang (beragama) Katolik bisa jadi presiden. “Seluruh calon Katolik gagal sebelum John F. Kennedy,” ungkap Kalla. Karena itulah menurut dia, upaya menjaga keharmonisan harus dijaga oleh kedua belah pihak, baik mayoritas maupun minoritas. “Toleransi itu harus kedua belah pihak, toleransi yang mayoritas, tapi yang minoritas juga harus toleran, jangan hanya satu pihak. Dua-duanya harus toleran. Itu harus dipahami begitu, supaya kehidupan beragama yang harmonis terjadi,”tutupnya. (amirullah/tc)

Kategori: LINGGA
Topik populer pada artikel ini:

Berikan Komentar

Kirim Komentar

Bookmark dan Bagikan

Lingga Pos © 2019. Hak Cipta dilindungi undang-undang. Powered by Web Design Batam.