LIKA LIKU LAKI-LAKI LAKU

LP MINGGU(4/12) – Memiliki banyak istri dan menjadi “lanange jagat” (lelaki si pemilik isi dunia), seperti layaknya tokoh pewayangan Arjuna, ternyata tidak selalu berakhir dengan happy ending. Adalah Mian (74) lelaki tua yang laku (digilai) para wanita. Dia tinggal di Bintaro, Tangerang. Sang Cassanova itu, justru kewalahan menghadapi istri-istri mudanya. Istrinya yang berjumlah 7 (tujuh) orang itu dituturkannya saling berebut “nafkah batin”. Sementara Mian, yang sudah renta itu kini tinggal memiliki nafsu, tetapi sudah tidak lagi punya tenaga perkasa seperti dia muda dahulu. Celakanya, istri-istri Mian rata-rata memang masih belia, usianya antara 19 dan 24 tahun. Yang membuat lelaki beruntung yang “malang” itu kewalahan, adalah mereka sering menuntut jatah secara bersama-sama di tempat tidur.

Karena tak sanggup lagi melayani mereka, akhirnya dia terpaksa menempuh jalur hukum. Tentunya bukan mengajukan judicial review ke MA, tetapi langsung di Kantor Pengadilan Agama setempat, tak tanggung-tanggung dia menggugat cerai ketujuh istrinya. “Mereka sudah keterlaluan Bapak Hakim. Saya sudah tidak sanggup lagi dengan cara-cara beringas seperti pemerkosaan itu,” tutur Mian memelas, yang disambut tawa cekikikan para pengunjung di ruang sidang Pengadilan Agama Tigaraksa, Tangerang, Provinsi Banten. Replika kehidupan sosial yang tumbuh di masyarakat pinggiran itu sering luput dari perhatian umum. Apalagi, cakupan aturan hukum seperti yang ada di dalam UU tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang fenomenal itu tak sepenuhnya mampu mengatur semua permasalahan rumah tangga.

Bagi Mian, “pemerkosaan” para istri terhadap dirinya menjadi dalih untuk mengajukan gugatan cerai. Walaupun terkesan aneh sekaligus menggelikan, dalih untuk memperkuat gugatan itu merupakan sesuatu yang baru atau paling tidak belum terwadahi dalan UU Perkawinan ataupun UU Perlindungan Anak dan Perempuan. Kasus pemerkosaan yang dilakukan suami yang sah terhadap istri (istri-istrinya) atau sebaliknya, belakangan ini makin mengemuka bahkan cenderung mendahului ketersediaan aturan hukum (UU) maupun konvensi. Bagi bangsa yang hidup dalam doktrin patriarkat seperti ini, apa yang dialami Mian adalah sebuah bentuk kekerasan dan tidak jarang diklasifikasikan sebagai tindak kejahatan, walaupun pada awalnya ungkapan “berebut jatah”, merupakan sesuatu kebanggaan tersendiri bagi laki-laki laku seperti Mian ini. (arn,Antara)

Kategori: NASIONAL
Topik populer pada artikel ini:

Berikan Komentar

Kirim Komentar

Bookmark dan Bagikan

Lingga Pos © 2019. Hak Cipta dilindungi undang-undang. Powered by Web Design Batam.