X

Khazanah Melayu : BUSANA TRADISIONAL MELAYU

Gunung Daik Lingga

Daik,LP(8/3) – Pada setiap upacara keagamaan atau kepercayaan seperti Nuzul Quran, Isra Miraj, Idul Fitri, Idul Adha, Mauludan, Khatam Quran, Ratif Saman, dan Ziarah kaum Melayu mengenakan busana tradisional (khas) . Busana atau pakaian yang digunakan untuk mengikuti berbagai acara tersebut pada dasarnya sama dengan yang dipakai pada saat seseorang bepergian, yaitu Cekak Musang, Teluk Belanga, Belah Bentan dan Gunting Jubah. Bagian-bagiannya juga sama, yaitu bagian yang berada di ketiak yang bentuknya berupa segitiga siku-siku yang disebut sebagai Keke. Kemudian ada bagian yang disebut Pesak, sambungan yang ada di bagian kiri dan kanan baju. Ada juga bagian yang disebut sebagai Kocek (saku), berjumlah tiga, satu di atas di bagian dada sebelah kiri, dua lainya di bagian kiri dan kanan bawah (sebatas pinggang).

Warna yang dikenakan bermacam-macam tergantung selera. Namun, warna kuning dihindari karena warna tersebut adalah simbol kekuasaan dan kemegahan bangsawan Melayu. Yang boleh mengenakannya hanya para Sultan dan kerabat kerajaan serta kaum bangsawan. Walaupun di masa kini itu tidak lagi menjadi keharusan atau monopoli, karena kecenderungan siapa saja dapat mengenakannya dengan alasan bangga menjadi orang Melayu.

Ketika orang Melayu Kepulauan Riau (Kepri), baik itu orang kebanyakan maupun bangsawan, mengikuti upacara yang berkenaan dengan lingkungan alam, seperti Mangle Buaye di Daik-Lingga, mendirikan kelong, pada dasarnya busananya juga sama sepertiyang digunakan saat bepergian, baik bentuk, jenis maupun kelengkapannya. Begitu pula busana yang dikenakan pada saat mengikuti upacara yang berkenaan dengan lingkungan hidup individu, seperti kehamilan, basuh lantai, pernikahan atau kematian. Yang perlu dicatat, ketika melakukan kenduri atau selamatan, busana yang dipakai umumnya adalah Koko (busana Muslim) atau Baju Kurung dengan sarung atau dengan celana bebas, tanpa sampin. Yang spesial adalah, ketika orang Melayu dari kaum Bangsawan menyelenggarakan perhelatan pernikahan. Mereka akan mengenakan busana Melayu yang selengkap-lengkapnya dengan pernak-pernik dan khususnya bagi yang punya hajat serta pasangan pengantin itu sendiri.

Pakaian pengantin lelaki bangsawan adalah baju kurung Cekak Musang beserta celana panjang dan sampin yang serba songket. Pakaian yang didominasi warna kuning itu dilengkapi pula dengan tanjak sebagai penutup kepala. Selain itu, sebilah keris terselip pada lipatan sampin pada pinggang sebelah kanan dan menghadap ke arah kanan dengan hulu mengarah ke dalam.
Kelengkapan lainnya adalah Capal (sepatu sandal) yaitu sejenis sepatu, tetapi bagian tumit terbuka. Pengantin mengenakan aksesoris yang disebut Dokoh (kalung tiga tingkat), Pending (ikat pinggang), Selempang, yang disampirkan di bahu sebelah kanan, dan keris. Keris yang dislipkan pada pinggang bagian kanan ada kaitannya dengan apa yang dilakukan oleh para Hulubalang dan Panglima pada zaman dahulu. Pengantin lelaki di era 50-an mengenakan jubah ala Timur Tengah dengan tutup kepala yang bernama Tarbus atau Serban.

Hal ini juga dilakukan pada saat kerajaan masih jaya. Sedangkan, busana pengantin wanitanya dipengaruhi oleh budaya Cina. (jk,kemilau melayu)

Categories: KOLOM