X

Khazanah Melayu : SIAPA PEWARIS MELAYU RAYA ?

Daik,LP(15/3) – Ratusan tahun silam, Indonesia, Malaya, Temasek (Singapura), Filipina, Thailand, Burma (Myanmar), Vitnam, Kambodia, hingga Madagaskar dan Hawaii, dikenal sebagai bangsa serumpun Melayu-Polinesia. Bahkan, dahulu para tokoh, dan pejuang dari negeri-negeri itu mencanangkan satu negara bernama “Melayu Raya”. Pada 1879, Parlemen Hawaii di Honolulu membahas kemungkinan penyatuan Dunia Melayu-Polinesia. Sepuluh tahun kemudian, Apolinario Mabini di Manila, mengumumkan “Federation Malaya”. Pada 1932, tokoh mahasiswa University of Philippine bernama Wenceslao Q. Vinsons berorasi dikampusnya bahwa dirinya memimpikan kesatuan semua bangsa Melayu-Polinesia yang tergabung dalam Negara Melayu Raya. Dia meneruskan cita-cita pendahulunya, pencetus revolusi Filipina, Jose Rizal (1861-1896) yang terkenal dengan novelnya Noli Me Tangere itu. Dalam tahun yang sama, seorang pemuda Muhammad Yamin di Jakarta juga mengemukakan obsesinya tentang “Melayu Raya” atau “Indonesi Raya”.

Gagasan tersebut kembali terungkap ketika Indonesia-Filipina-Malaysia berencana mendirikan Maphilindo, singkatan dari ketiga negara tersebut di Manila pada 1963. Para presiden dari ketiga negara tersebut mengumumkan Deklarasi Manila yang menggabungkan negara mereka ke dalam Maphilindo.

Dalam pidatonya, Presiden Filipina Magapagal mengajak hadirin untuk mengenang kembali mimpi para nasionalis Filipina mulai dari Jose Rizal, Manuel Quezon, Wenceslo Vinzons, hingga Elpidio Quirino untuk menyatukan bangsa-bangsa rumpun Melayu. Magapagal menyebut Presiden Indonesia Soekarno, Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdul Rahman sebagai “two of the greatest sons of the Malay race”.

MIMPI YANG MEMUDAR.
Namun, Maphilindo tidak terwujud. Justru berubah menjadi konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia setelah Sukarno menabuh genderang perang dengan “Dwikora”. Dampaknya, tentu saja memudarkan mimpi indah terbentuknya cita-cita Melayu Raya. Meskipun berbagai upaya secara efektif telah dilakukan kedua pihak yang bertikai. Bahkan misteri apa yang terjadi sesungguhnya di balik konfrontasi tersebut tidak terungkap.

Khususnya bagi pemerintah dan rakyat Indonesia, boleh dikatakan nyaris melupakan ke-Melayu-annya, karena sedang berproses menjadi Indonesia. Meskipun mayoritas secara kultural, rakyat Indonesia tergolong ras Melayu-Polinesia. Atau, hanya Papua yang mayoritas ras Melanesia, sementara Maluku dan pulau-pulau di Nusa Tenggara masih banyak yang Melayu, kendati sudah meninggalkan ke-Melayu-annya.

PEWARIS MELAYU.
Begitu Indonesia, begitu pula yang terjadi di Filipina, Singapura, Thailand, Kambodia, Burma, Hawaii, dan Madagaskar. Terbentuknya Malaysia pada 1963-sebelumnya mulai 1957 bernama Persekutuan Negara Negara Melayu (Persemakmuran,red)-menganggap dirinya adalah sebagai pewaris sah kebudayaan Melayu. Nama “Malaysia” (Malay) sudah lama digunakan para tokoh dan pejuang, yang mencita-citakan berdirinya Melayu Raya, sehingga dengan demikian Malaysia merasa berhak atas Melayu.

Kenyataannya, pada abad ke 7 Masehi, di Jambi (Indonesia) telah berdiri Kerajaan Melayu, yang walaupun pada tahun 700 M berhasil ditaklukkan kerajaan Sriwijaya, tetapi bangkit kembali setelah Sriwijaya ambruk pada abad ke 12. Imperium Melayu kembali membangun peradabannya. Sehingga Bahasa Melayu yang kemudian menjadi inti bahasa Indonesia dan bahasa negara Malaysia, bersumber dari Kepulauan Riau. Bak semboyan Laksemana Hang Tuah “Tak Melayu Hilang di Bumi”. Namun, siapa pewaris sejati Melayu ? (M Shodiq Mustika,kemilau melayu,jk)

Categories: KOLOM