X

95 PERSEN KORUPTOR DI INDONESIA LULUSAN PERGURUAN TINGGI

 Banda Aceh, (LINGGA POS) – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan, 95 persen koruptor di Indonesia adalah lulusan perguruan tinggi (sarjana). Ini terjadi karena dunia pendidikan di negara ini sekarang mengalami disorientasi. “Sembilanpuluhlima persen koruptor itu lulusan perguruan tinggi. Semakin tinggi pendidikannya semakin canggih pula cara korupsinya,” kata Mahfud dalam orasi ilmiahnya di acara Dies Natalies ke-51 Universitas Syiah Kuala, Aceh, di Gedung AAC Dayan Dawood, Darussalam, Banda Aceh, Jumat (31/8). – Menurut dia, pendidikan di Indonesia selama ini hanya mampu melahirkan orang-orang pandai, tapi tidak terdidik. Pendidikan hanya terfokus pada kepandaian otak, tapi tidak membangun watak (karakter, red) hati manusia, sehingga banyak orang pandai tapi hatinya jahat, yang, ujung-ujungnya justru menjadi beban bagi negara. “Pandai otaknya, tapi tidak bermoral,” ujar Mahfud. Dalam banyak fakta, sebutnya, perguruan tinggi hanya menjadi tempat mencetak sarjana, bukan melahirkan intelektual atau orang terdidik yang memiliki sifat cendekiawan, sebagai tujuan utamanya. “Saat ini kita membutuhkan sarjana yang intelektual, sarjana yang cendekiawan. Sarjana intelektual itu selaras kepandaian otak dengan hati dan wataknya,” tutur Mahfud. – Mahfud mengimbuh, sistem perekrutan pegawai di Indonesia yang sebatas formalitas pun telah mendorong kebanyakan orang hanya mengejar ijazah dan gelar, bukan menjadikan diri sebagai orang terdidik.”Ijazah seakan sudah menjadi simbol kedudukan seseorang. Seberapa pantas seseorang, rasanya tidak lengkap kalau tidak punya ijazah. Sekarang orang mengejar itu, bukan mengejar keterdidikannya,” katanya. – Mahfud menilai, pendidikan di Indonesia harus dikembalikan kepada khittahnya. Pendidikan harus mampu mencerdaskan bangsa untuk kemajuan negara ini di masa mendatang. Negara harus menunaikan hak dan kewajibannya sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi. Ia juga menceritakan salah satu alasan pihaknya membatalkan UU Badan Hukum Pendidikan, karena UU tersebut hanya akan mengalihkan kewajiban negara kepada masyarakat sehingga berpotensi orang miskin sulit memperoleh pendidikan tinggi, khususnya di perguruan tinggi terkemuka. – Dia menegaskan, penyelenggaran ilmu pendidikan di Indonesia jangan lagi terjebak pada rasionalisme, karena hal itu hanya mengakui hal-hal yang bisa dilakukan eksperimen semata. Selain itu pendidikan juga tidak perlu memisahkan ilmu pengetahuan dengan agama. “Ilmu dan agama itu harus berjalan integral untuk membentuk intelektual,” terangnya. (rfa,mbc)

Categories: KOLOM NASIONAL