X

TENTANG LEMBAGA SURVEI HITUNG CEPAT (QUICK COUNT), MANA YANG BENAR?

(LINGGA POS) – Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 (9 Juli) menyisakan saling klaim kemenangan di dua kubu. Pasangan nomor urut 2, Joko Widodo-Jusuf Kala menyatakan menang berdasarkan quick count yang mereka sebut kredibel. Bahkan, pidato kemenangan sudah disampaikan Jokowi di Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu (9/7) hari itu juga. Sementara kubu dari nomor urut 1, Prabowo-Hatta Rajasa tak mau kalah mengklaim kemenangan. Mereka mengutip hasil hitung cepat empat lembaga survei yang lebih mereka percayai. Pidato kemenangan yang diakhiri dengan sujud syukur bersama 7 parpol koalisasi dilakukan Prabowo di rumah orang tuanya di Jalan Kertanegara 4, Kebayoran Baru, Jakarta, pun di hari yang sama se-usai pemilihan. Selain pendukung kedua capres dan wacapres yang yakin jagoannya menang, publik dibuat bingung dengan beda hasil quick count ini, terutama masyarakat awam. Akhirnya banyak yang menyerukan agar semua pihak menahan diri untuk menunggu hasil penghitungan resmi pada 22 Juli mendatang langsung dari KPU. Sebelum mengecek bagaimana cara mengetahui lembaga survei yang memanipulasi datanya, kita harus mengetahui dulu apa yang dimaksud dengan quick count itu.

Quick count atau hitung cepat belakangan familiar di telinga masyarakat ketika pemilihan langsung kepala daerah (Pemilu Kada) mulai dilakukan. Dengan metode ini partai dan pasangan capres-cawapres terpilih sudah bisa diprediksi hanya beberapa jam setelah tempat pemungutan suara (TPS) ditutup. Hasilnya pun tidak pernah meleset jauh. Hasil quick count sama nyaris ‘presisi’ karena sampelnya merupakan jumlah suara faktual di TPS. Hasil ini berbeda dengan survei sebelum pemungutan suara yang sampelnya adalah pemilih yang sangat mungkin mengubah pikiran mereka pada saat pencoblosan. Meski lebih presisi ketimbang survei pra-pemungutan suara, hasil quick count setiap lembaga survei juga berbeda-beda. Namun, biasanya paling besar selisihnya 1 persen. Hal ini wajar mengingat quick count hanya mengambil sampel suara di TPS untuk memproyeksi hasil perolehan suara sebenarnya. Disinilah timbul kesalahan (error). Namun, batas kesalahan tersebut (margin of error) bisa ditetapkan oleh masing-masing peneliti/lembaga, tergantung dari seberapa banyak sampel TPS yang akan diambil. Semakin banyak TPS yang diambil, maka akan semakin kecil margin of error sebuah hasil quick count. Biasanya peneliti/lembaga mengambil margin of error tambah/kurang sekitar 1 persen dalam quick count, sehingga selisih dengan suara riil berkisar direntang itu. Misalnya, pasangan calon tertentu dalam quick count mendapat suara 45,1 persen, berarti suara rillnya adalah dalam rentang 44,1 46,1 persen. Semakin banyak sampel TPS tentu akan lebih baik untuk meminimalisir error. Namun, semakin banyak sampel juga akan memakan banyak biaya. Bayangkan, untuk Pilpres 2014 ini saja terdapat sebanyak 479.183 TPS. Dengan sampel 5 persen, sudah 23.959 TPS. Soal metode penarikan sampel, lembaga biasa menggunakan stratified random sampling atau multi stage random sampling. Dengan metodologi yang relatif sama, seharusnya semua hasil quick count Pilpres kemarin tidak akan saling bertentangan. Adanya perbedaan ini bisa diduga salah satu lembaga hasil hitung cepat itu tidak akura atau bahkan hasilnya dimanipulasi demi kepentingan klien. Wakil Ketua Perhimpunan Survei Publik Indonesia, Muhammad Qodari menilai perbedaaan hasil quick count lembaga survei atas Pilpres 2014 perlu diinvestigasi secara metodologi. “Perlu ada investigasi pada momen ini untuk dilihat secara metodologis dan secara data di setiap lembaga yang menyelenggarakan quick count kenapa data itu bisa muncul seperti itu (berbeda),” kata Qodari. Nah, bagaimana cara mengaudit lembaga survei yang diduga ‘bohong’? Direktur Eksekutif Cirus Surveyors Group, Andrinof A. Chaniago mengatakan, proses audit dapat dilakukan dalam empat tahapan. “Pertama, cek apakah lembaga itu terdapat di salah satu perhimpunan lembaga survei. Kemudian, apakah mereka juga terdaftar di KPU,” Tulis Andrinof dalam aku twitternya, Kamis (10/7). Tahapan selanjutnya kata dia, lembaga survei yang dicurigai itu diminta menyerahkan data sampel terpilih, dan keempat, lembaga survei diminta menyerahkan daftar enumerator (pengumpulan data) berikut nomor HP yang digunakan untuk mengirim data dalam proses quick count. (iqbal fadil/mdk)

Categories: NASIONAL