X

UU MD3 TUAI KONTROVERSI

Jakarta, LINGGA POS – Undang-Undang (UU) tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) telah disahkan oleh parlemen dalam rapat paripurna, Senin (12/2). Namun, pengesahan itu menuai reaksi dari berbagai kalangan masyarakat karena dinilai kontroversi dan ditengarai akan berpotensi alias bertabrakan dengan aturan perundang-undangan lainnya. Bahkan, Presiden RI Joko Widodo hingga tulisan ini diturunkan, Rabu (21/2) belum menandatangani pengesahan UU MD3 tersebut tanpa alasan yang jelas. Adapun poin-poin yang dianggap bertentangan dengan perundang-undangan dan etika hukum itu misalnya disebutkan dalam Pasal 245 UU MD3 yang berbunyi, “Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud Pasal 224, harus mendapat persetujuan tertulis dari presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD)”. Terkesan, anggota parlemen punya hak imunitas dan dinilai akan mempersulit upaya penegakan hukum jika ada anggotanya terindikasi melakukan tindak pidana. Pada Pasal 122 huruf K disebutkan, “Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, melaporkan orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR”. Pasal ini membuat para pengkritik bisa di pidana dan dinilai berpotensi membungkam kritik publik dan juga para jurnalis terhadap kinerja parlemen. Selanjutnya, dalam Pasal 73 ayat 4, “Dalam hal pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum dan/atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah, DPR berhak melakukan panggilan paksa dengan menggunakan Kepolisian RI”. Jadinya, parlemen bisa melakukan pemanggilan paksa jika ada pihak yang dinilai tidak kooperatif padahal sebagai lembaga politik, pemanggilan itu rawan diwarnai kepentingan politik individu atau parpol maupun institusi parlemen sendiri. Dan beberapa pasal lainnya yang dinilai sangat kontroversi dan membuat wakil rakyat sebagai ‘penguasa’ rakyat yang tak boleh disentuh jika tidak mau terlibat dalam tindakan hukum karena dianggap melecehkan kewenangan yang justru diberikan rakyat kepada parlemen itu sendiri sebagai pengejawantahan wakil rakyat yang harus dihormati seutuhnya. (ph/ic)

Categories: NASIONAL