Yogyakarta, (LINGGA POS) – Peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta Rimawan Pradipto meneliti, ribuan kasus korupsi di Indonesia yang sudah diputus Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, semakin besar jumlah korupsi maka nilai uang yang harus dikembalikan para koruptor justru semakin kecil. Menurut dia, nilai biaya eksplisit, atau biaya akibat korupsi sebesar Rp 168,19 triliun sepanjang 2012. Namun, dari total nilai hukuman finansial atau uang hasil korupsi yang dikembalikan ke negara hanya Rp 15,09 triliun, atau hanya sekitar 8,9 persen saja. Hasilnya, terdapat selisih sebesar Rp 153,1 triliun ! Nominal itupun masih perlu ditambah biaya eksplisit korupsi, biaya implisit korupsi, biaya antisipasi tindak korupsi, dan biaya akibat reaksi terhadap korupsi. Rimawan juga mengungkapkan adanya keanehan pada praktiknya. Rakyat seakan-akan mensubsidi nilai kerugian koruptor kepada negara. Hal tersebu tercantun dalam Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Korupsi, Pasal 12, yang menyebutkan bahwa korupsi yang dilakukan oleh pegawai negeri sipil (PNS) dengan nilai Rp 5 juta sampai dengan tidak terhingga, hanya akan diminta ganti rugi mulai dari Rp 200.000 sampai dengan Rp 1 miliar. Adanya Pengurangn Hukuman. Ada pula ditemukan pola proses hukum yang dinilai tidak lazim pada para koruptor. Biasanya, akan ada pengurangan waktu (masa) hukuman dari tuntutan jaksa yang terjadi di tingkat Pengadilan Negeri (PN). Lama hukuman akan naik tipis pada tingkat MA. Dari hasil penelitian itu, peneliti dari UGM ini mengambil kesimpulan, bahwa hukuman ringan dengan mudah dijatuhkan kepada koruptor (oleh hakim tipikor), sehingga akan sangat mencederai rasa keadilan. (kh,mi)
SEPANJANG 2012 BIAYA EKSPLISIT KORUPSI Rp 168,19 TRILIUN
Kategori: NASIONAL
Topik populer pada artikel ini:
Topik populer pada artikel ini: