Jakarta (LINGGA POS) – CARA KONVENSIONAL TAK MAMPU BERANTAS KORUPSI. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyebutkan modus korupsi di Indonesia sudah semakin canggih. Ia menganggap korupsi di negeri ini sudah berevolusi, bermetaforsa dan bergenerasi. “Di masa lalu kita lihat lebih sederhana. Suap menyuap. Sekarang sudah lebih canggih. White collar (kasus dana talangan Bank) Century. Kalau kita pakai cara konvensional dipastikan kita tidak bisa memberantasnya (korupsi),” kata Samad dalam pemaparan di acara Refleksi Akhir Tahun Pekan Politik Kebangsaan, di kantor International Conference of Islamic Scholars (ICIS) di Matraman, Jakarta Pusat, Kamis (12/12). Lebih lanjut ia menjelaskan pada masa lalu pelaku korupsi orang-orang yang umurnya di atas 40 tahun. Kini pelakunya sudah semakin muda, umurnya sekitar 30-40 tahun. Terpidana perkara korupsi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) misalnya, Angelina Sondakh anggota DPR dari Partai Demokrat baru berusia 34 tahun dan Nazaruddin mantan bendaharawan Partai Demokrat baru 30 tahun.
KPK BUKAN SEBAGAI PEMADAM KEBAKARAN.
Untuk mengantisipasi tindak pidana korupsi yang bentuknya makin ‘canggih’ itu, Samad mengatakan pihaknya juga mengintervensi sistem yang ada. Ia mencontohkan dengan Kementerian Agama (Kemenag) yang berkali-kali ditemukan unsur korupsi dengan kasus terakhir korupsi pengadaan Al-Quran. “Kalau kita menggunakan pendekatan refresif, mengungkap dan memenjarakan orang, tapi tidak membereskan sistem, maka KPK hanya akan jadi pemadam kebakaran saja,” terangnya. Dia juga menyebut para pejabat negara yang melakukan korupsi sama dengan pembunuh berdarah dingin. Karena korupsi itu menurut dia, salah satu penyebab banyak masyarak Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka itu (pejabat tinggi, kepala lembaga pemerintahan dan atau penyelenggara negara) dan sebagainya sudah menerima gaji yang cukup besar. “Hanya saja mereka itu serakah,” imbuh Samad. Tak heran, lanjutnya, ada di suatu daerah masyarakatnya banyak yang miskin, makan nasi aking, anak-anak ke sekolah harus meniti jembatan hancur yang melintang di atas sungai deras. “Sementara pimpinan daerahnya hidup serba mewah, mobilnya banyak, belanja ke luar negeri. Orang ini sebenarnya adalah pembunuh berdarah dingin,” kata ketua lembaga anti rasuah itu.
HARUSNYA MEREKA DIHUKUM MATI.
Samad mencontohkan dalam kasus korupsi Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini yang gajinya mencapai Rp230 juta per bulan, belum lagi gaji dari Bank Mandiri yang sebesar Rp80 juta perbulan atau total pendapatannya sekitar Rp300-an juta rupiah per bulan, ternyata masih terlibat kasus dugaan menerima suap dari pengusaha migas. “Artinya dia itu tamak, dia tak perduli orang lain. Integritasnya hancur. Jadi, kalau ada pejabat yang korupsi, ‘treatment’-nya orang seperti ini harus dihukum mati saja,” tegasnya. (jk,nrp/tn)