Tanjungpinang (LINGGA POS) – Menarik apa yang diutarakan oleh mantan Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Riau (kini Kabupaten Bintan), Andi Anhar Chalid, seperti dikutip dari Batam Today, edisi Kamis (6/2) lalu. Andi membeberkan secara gamblang ‘modus operandi’ oknum anggota DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi Kepri, cara ‘merampok’ dan menggerogoti dana APBD yang nota bene justru digunakan untuk kepentingan politik, kelompok, partai politik (parpol) maupun untuk kepentingan pribadi, alias memperkaya pundi-pundi kekayaan mereka sendiri. Salah satunya, demikian masih kata Andi, dengan menitipkan proyek atau pun kegiatan di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di masing-masing Pemda yang menjadi mitra Komisi anggota dewan (DPRD) yang bersangkutan. Sejumlah proyek sengaja diplot sebagai ‘titipan dari SKPD’ dengan menentukan siapa yang berhak mengerjakan proyek tersebut, tentunya setelah RAPBD disahkan. “Jadi, permainannya sangat kasar. Sejumlah titipan proyek menjadi bargaining yang dibuat DPRD untuk meloloskan anggaran atas program yang dibuat masing-masing SKPD. Nanti Kepala SKPD-nya yang disuruh mempertanggungjawabkan proyek oknum anggota dewan bersangkutan, papar Andi kepada wartawan. Kata dia, titipan proyek anggota dewan di setiap SKPD ini yang, disebut juga sebagai ‘dana alokatif anggota DPRD’ dengan besaran Rp5 miliar untuk unsur pimpinan dan Rp2 miliar untuk anggota dewan. “Ini terjadi dan dipraktikan oleh unsur pimpinan dan anggota dewan pada APBD dalam setiap pembahasan dan pengesahan APBD yang diperoleh hampir seluruh anggota DPRD Kepri dengan besaran Rp2 miliar-Rp5 miliar,” kata Andi, yang juga mantan anggota DPRD Kepri ini.
PROYEK DIPECAH.
Lalu, lanjut dia, setelah pelaksanaan proyek berjalan dan dana alokatif yang dititipkan pada sejumlah kegiatan di masing-masing SKPD dipecah. Bisa berupa proyek PL (Penunjukan Langsung), yang dananya di bawah Rp200 juta, pinjaman bantuan modal pada kegiatan dana bergulir Koperasi dam UMKM, atau bisa juga dari bantuan hibah kepada OKP, LSM serta Yayasan Pendidikan lainnya, bahkan keagamaan-tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas. “Jadi, dengan membagi-bagikan proyek dan dana program bantuan modal yang mencapai Rp200 juta lebih tersebut per-kelompok, seolah-olah anggota dewan yang bersangkutan yang membantu masyarakat. Padahal, itu jelas-jelas duit negara,” imbuhnya. Modus lain yang dipraktikan anggota dewan Kepri, ungkapnya, adalah berupa pemanfaatan ‘Dana Aspirasi’ anggota DPRD Kepri yang pada 2013, yang totalnya mencapai Rp2,1 miliar, yang hingga saat ini pertanggungjawaban penggunaannxa tidak jelas. Dari beberapa laporan pelaksanaan Reses, sangat nyata, pelaksanaan kegiatan aspirasi yang dilakukan itu tidak sebanding dengan total dana yang diterima oleh masing-masing anggota dewan. “Penggunaan dana reses yang bertujuan menyerap aspirasi masyarakat oleh anggota dewan di Dapil masing-masing selama ini, tak ubahnya hanya digunakan untuk sosialisasi anggota dewan belaka,” tudingnya. Bukti itu diperkuat, lanjut dia, dengan semakin melempemnya daya kritis anggota dewan terkait kinerja pemerintah (eksekutif) sesuai dengan fungsinya sebagai alat kontrol dan pengawasan dari setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh eksekutif.
PRAKTIK PENITIPAN DANA.
Lebih jauh dijelaskan Andi, berdasarkan tata tertib anggota DPRD, hal ini jelas-jelas bertentangan dan tidak dibenarkan terjadi. Bahkan, modus ini sudah menjadi incaran oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di DPR RI, sehingga dalam pelaksanaan penganggaran dana lanjutan, ditolak anggota DPR lainnya. Jika dicermati, praktik penitipan dana alokatif serta pemberian dana hibah atas nama anggota DPRD, serta kurang optimalnya penggunaan dan pelaksanaan kegiatan reses anggota dewan, jelas sudah masuk dalam ranah tindak pidana korupsi (tipikor). Karena, selain merugikan keuangan negara, juga telah terjadi persaingan yang tak sehat yang berakibat proram kegiatan pemerintah tidak berjalan dengan baik. “Oleh sebab itu hendaknya masyarakat dapat ikut memantau dan mengawasi pembahasan dan penggunaan dana APBD tahun 2014 ini sebagaimana yang kita harapkan,” kata Andi. Walahu’alam. (cs/bt)