Jakarta, LINGGA POS – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akhirnya menghapus kebijakan melarang penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) untuk gaji guru honorer. Kebijakan ini berlaku untuk seluruh jenjang pendidikan. “Sekarang sudah dibolehkan kembali. Memang, pemerinta mencabut ketentuan sebelumnya ini antara lain guna mengakomodir tuntutan dari para guru dan pengelola sekolah,” aku Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Kemdikbud RI Hamid Muhammad, dirilis dari Jawa Pos, Jumat (10/3). Namun, tegas dia, kebijakan itu dengan ketentuan bahwa batas maksimal penggunaan dana BOS untuk gaji guru honorer dimana sebelum keluar pelarangan batas maksimalnya dipatok sebesar 20 persen. Yakni, misalnya ada sekolah menerima dana BOS Rp200 juta per tahun, maka untuk gaji guru honorernya maksimal sebesar Rp40 juta per tahun. Maka, dengan adanya kebijakan baru, batas itu diturunkan menjadi maksimal 15 persen. Jadi, jika ada sekolah mendapatkan alokasi dana BOS Rp200 juta, maka platform maksimal gaji guru honorer adalah sebesar Rp30 juta per tahun. UTAMAKAN KEPENTINGAN SISWA. “Dana BOS harus diutamakan untuk kepentingan siswa. Sementara untuk guru disiapkan tunjangan profesi untuk yang ASN maupun honorer. Juga ada tunjangan fungsional guru honorer yang belum menerima tunjangan profesi,” tambah Hamid. Selain itu, lanjut dia, juga ada tunjangan khusus untuk guru yang mengabdi di daerah khusus. Sedangkan urusan kesejahteraan guru menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) dengan mengalokasikan anggaran sendiri di luar transfer dari pusat untuk menggaji guru honorer di wilayahnya. Kata dia, meski pun secara persentase dana BOS untuk gaji guru honorer turun menjadi 15 persen, namun, bisa jadi anggarannya naik karena ada kenaikan satuan biaya dana BOS. Misalnya, untuk SD dari Rp580 ribu/siswa/tahun naik Rp800 ribu, SMP dari Rp700 ribu menjadi Rp1 juta dan untuk SMA dari Rp1,2 juta menjadi Rp1,4 juta/siswa/tahun. (ph/jp)