Dabo, LP(4/4) – Biar Mati Berdiri Dari Pade Hidup Berlutut “Kabupaten Singkep” Harga Mati,” demikian isi spanduk yang tidak diketahui siapa yang nembuatnya kecuali ada tambahan tulisan Gg. Tun Teja dan kalimat Salam Perjuangan Masyarakat Singkep. Spanduk ini terlihat antara lain di ruas jalan Kartini, Setajam dan di dinding tembok ex emplasment PT Timah, jalan Merdeka. Camat Singkep, Kisan Jaya ketika dikonfirmasi salah satu koran lokal siapa pemasang spanduk yang cukup bombastis itu, menyatakan tidak tahu. “Belum ada permintaan izin pemasangan spanduk direkomendasikan ke kecamatan,” kilah Kisan. Jadi timbul pertanyaan di masyarakat khususnya di Singkep sendiri, masyarakat Singkep yang mana?
Dari catatan LINGGA POS, wacana pemekaran Kabupaten Lingga dengan menjadikan Kecamatan Singkep menjadi Kabupaten Singkep atau menjadi sebagai Kota Madya, sudah bergulir “sejak” awal Kabupaten Lingga terbentuk. Ditambah kemudian dengan diadakannya urun rembug para tokoh masyarakat, ormas dan orsospol dsb bersama anggota dan mantan anggota DPRD Lingga di gedung Islamic Center, Dabo, Sabtu (6/11-2010) dimana pada pertemuan silaturahmi ini pada intinya membicarakan masalah ke depan Kecamatan Singkep.
Angin surga, yang masih menjadi pro dan kontra masyarakat Lingga ini lebih dikuatkan lagi dari hasil rapat koordinasi (rakor) Gubernur seluruh Indonesia di Kemendagri pada 17 Mei 2010, dimana Pejabat Sekda Prov Kepri, Arifin Nasir mengajukan usulan pemekaran Kabupaten baru di Provinsi Kepri yakni Kabupaten (kab) Serasan di Natuna, kab Kundur di Karimun, kab Bintan Utara di Bintan, kab Barelang di Batam dan kab Singkep di Lingga. Seperti diketahui saat ini Lingga baru mempunyai lima kecamatan. Menurut Ketua Komisi I DPRD Lingga, Rudi Purwonugroho pada 2011 ini Lingga akan menambah 2 kelurahan dan 12 desa (BP,6/2), sementara Kabag Pemerintahan Setdakab Lingga, Muslim menginformasikan, Senin (21/3), Lingga akan dimekarkan menjadi 9 kecamatan dari 5 yang sudah defenitif. Empat kecamatan baru itu adalah di wilayah Desa Marok Kecil dan wilayah Desa Berindat (Kecamatan Singkep) dan wilayah Pulau Selayar (Kecamatan Lingga) serta wilayah Desa Sei. Pinang (Kecamatan Senayang).
Dewasa ini memang nampak kesibukan masing-masing kabupaten yang diusulkan menjadi daerah otonom baru, tentunya dengan berbagai dinamika yang dihadapi. Namun dari pantauan LINGGA POS, tampaknya Kecamatan Kundur yang berada di otonomi Karimun mulai bergejolak dengan berbagai polemik pro-kontra. Dimotori Huzrin Hood yang telah ditunjuk selaku Ketua Tim Formatur pemekaran, di patok kesepakatan pada 2012 Kabupaten Kundur telah terbentuk. Tak kurang, Karo Umum dan Protokoler Pem. Prov Kepri, Abdul Malik mengatakan dibanding daerah wacana pemekaran lainnya seperti Tanjunguban, Batam dll.sepertinya Kundur yang jadi prioritas. “Kundur sudah punya 3 kecamatan ditambah Moro dan Durai menjadi lima, PAD Kab Karimun yang berasal dari Kundur Rp 300 milyar. Belum lagi dari sektor pajak, hotel dan restoran, perkebunan, perikanan, pertambangan dan sebagainya,” ujar Malik kepada wartawan di Mesjid Raya, Tanjungpinang, Ahad (3/4) kemarin.
Namun menurut data dari Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI pada 2009 saja DPD menerima sekitar 90 usulan daerah otonom baru, 15 usulan yang sedang di bahas dalam sidang pimpinan. Sementara Komisi II DPR RI memprioritaskanuntuk membahas 33 dari 98 usulan daerah otonom baru. Semuanya akan dilakukan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, sesuai dengan Desain Besar Penataan Daerah (Desartada) yang di susun Kemendagri. Dalam rancangan Desartada, pemerintah mengestimasikan, hingga tahun 2025, jumlah daerah otonomi di Indonesia bisa bertambah dengan 11 provinsi dan 54 kabupaten/kota. Dari hitung-hitungan itu nantinya Indonesia memiliki 44 provinsi dan 481 kabupaten/kota.
Hanya saja, menurut Anwar, mayoritas daerah otonom baru tidak berkembang. Padahal tujuan pemekaran itu semestinya adalah untuk pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat, bukan hanya untuk keuntungan sekelompok elit di daerah. Hal yang sama dikatakan Wakil Ketua Komisi II DPR, Ganjar Pranowo, pihaknya masih menunggu konsepsi pemerintah dalam pembahasan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. (jayakusuma, NTA)