Lingga Pos (10/11) – Robert Klitgaard, Guru Kebijakan Politik JF Kennedy School of Government Harvard University, mengatakan tanpa dukungan masyarakat sipil dan integritas, jangan pernah bermimpi bisa menghapuskan korupsi (KKN). Korupsi berkembang dan marak di negara-negara yang tidak demokratis, tidak memiliki kebebasan pers,peran pemerintah dibidang ekonomi sangat luas, sektor swasta kurang berperan dan terjadinya monopoli diikuti aturan-aturan perekonomian yang tidak jelas.
Korupsi memiliki kolerasi sistimatik dengan pemusatan dan monopoli kewenangan. Rumusnya : C sama dengan M tambah D dikurangi A atau C korupsi, M monopoli, D kewenangan dan A akuntabilitas. Karena itu kata Klitgaard, perlu adanya sebuah kunci untuk membuka dan menyelesaikan korupsi di institusi penegak hukum dan aparat pemerintah dengan menata sistem yang lebih baik, membuka akses pengawasan oleh publik (independen) dan mendengarkan kritik dari masyarakat. Ironisnya, ternyata dibanyak negara pelaku tindak pidana korupsi adalah aparat kepolisian.
Indonesia sebenarnya memiliki gerakan sipil yang kuat untuk memberantas korupsi seperti pada 1998, rakyat mampu menumbangkan rezim yang korup bersama mahasiswa. Tak pelak, memang terjadinya korupsi itu biasanya karena kekuasaan yang terlalu lama, gaji sangat rendah, pemerintah tak punya integritas dan terutama karena kesempatan terbuka lebar, demikian Klitgaard.
Sementara itu dewasa ini gejala korupsi semakin menguat, karena orientasi kekuasaan yang mengarah pada bentuk otoritarianisme baru atau kekuasaan dan politik kurang diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Kekuasaan lebih pada kepentingan sang politikus, baik untuk berkuasa maupun untuk melanggengkan kekuasaannya, antara lain dengan bentuk sentralisasi dan konsentrasi kekuasaan pada satu pihak saja, demikian dikatakan Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah. Senada disampaikan Mahfud MD, Ketua Majelis Konstitusi (MK) bahwa sudah waktunya pemerintah menerapkan hukuman mati bagi pelaku tindak korupsi. Mahfud menilai selama ini hukuman yang diberikan sangat ringan dan tidak menimbulkan efek jera sama sekali malah cenderung para pelaku diberikan “fasilitas” dengan hukuman yang ringan dan ada kesan memanipulasi masa hukuman dengan berbagai cara dan modus.-(kompas,jk).