Ladang baru pengusaha tambang khususnya tambang bauksit setelah meluluhlantakkan bumi Kijang, Bintan — kini meluluhlantakkan Kabupaten Lingga, Bunda Tanah Melayu.
Daik, Lingga Pos (22/11) – Tercatat hingga 2010, sudah ada pemegang Kuasa Penambangan (KP) sebanyak 28 perusahaan yang bergerak dalam usaha penambangan bauksit, biji besi, batu besi maupun pasir timah, setelah sebelumnya dikeruk pasir kwarsa.
Dari sumber kepada Lingga Pos untuk bauksit saja pengusaha tambang ini yang sudah operasional sejak tahun 2008 mengeruk keuntungan milyaran rupiah. Bauksit dari Lingga langsung di bawa ke negara China atau ke provinsi Shangdong (Shantung) dengan harga perton 14 dolar AS. Tak kurang perbulannya dua kali bauksit diangkut dengan kapal tanker yang memuat 70.000 ton bauksit per-tanker. Nah,tinggal kalikan saja dengan kurs rupiah berbanding dolar AS saat ini.
Diperkirakan perusahaan tambang bauksit yang sudah produktif sekitar 3-5 perusahaan termasuk diantaranya yang mengekspor biji besi yang dikeruk di pulau Baruk, desa Penuba, Kecamatan Lingga dan beroperasi sejak empat tahun lalu. Kondisi pulau Baruk yang semula berpohon rimbun, berketinggian sekitar 7O meter, luas 4 Ha itu kini sangat mengenaskan, hampir rata dengan laut.
Dari 28 izin KP yang diberikan Pemkab Lingga ada perusahaan tambang yang punya 3 s/d 4 KP. Perusahaan-perusahaan ini mempunyai kekayaan luas lahan garapan antara 20 Ha (di luas pulau yang hanya 43 Ha) sampai dengan 2.480 Ha! Tersebar di pulau-pulau wilayah Lingga seperti di pulau (p) Selayar, desa Bakong/Cukas, Tenjol, p Buruk, p Panjang, desa Marok Kecil, desa Marok Tua, p Sebangka, p Tekoli, p Mamud, p Sekanah dan banyak lagi yang berlokasi di atas lahan alih fungsi hutan,hutan produksi terbatas (HPT) dan ironisnya ada yang termasuk dalam daerah terlarang atau Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP), dimana pemerintah dan dunia internasional menetapkan kawasan ini terlindung dari aktifitas apapun demi menjaga kelestarian terumbu karang dan habitatnya untuk masa depan anak cucu kita.
Ternyata, di duga kuat ke 28 perusahaan tambang yang punya izin KP tersebut “bermasalah”, mereka tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Menteri Kehutanan (Menhut). Ini terbukti dari Surat yang disampaikan Direktorat Penggunaan Kawasan Hutan, Ditjen Planologi Kehutanan, Kemenhut RI Nomor S.496/PKH-i/2010 tanggal 9 Juli 2010 yang ditandatangani Direktur Penggunaan Kawasan Hutan, Ir Deddy Sufredy, M.Si kepada Bupati Lingga yang menjelaskan berdasarkan peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Provinsi Riau, titik koordinat penambangan perusahaan berada di Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Produksi Konservasi (HPK) serta Areal Penggunaan Lainnya (APL). Selanjutnya berdasarkan data di Direktorau Penggunaan Kawasan Hutan, bahwa KP yang diberikan belum memiliki izin IPPKH atau dengan kata lain perusahaan belum mengajukan permohonan izin IPPKH kepada Menhut sesuai pasal 38 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 Tentang Kehutanan,Penggunaan Kawasan Hutan untuk kepentingan Pertambangan dilakukan melalui pemberian IPPKH oleh Menhut dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu,serta kelestarian lingkungan. Bagi yang melanggar sesuai pasal 50 ayat (3) tersebut dikenakan pidang 10 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. Dijelaskan pula dalam pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2010 tanggal 1 Februari 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan, bahwa IPPKH diberikan oleh Menhut berdasarkan permohonan.
Ketua Komisi I DPRD Lingga Bidang Hukum dan Pemerintahan Rudi Purwonugroho, SH kepada salah satu harian lokal menanggapi hal tersebut katakan, dengan adanya surat itu Bupati Lingga diminta memerintahkan perusahaan tambang tersebut agar menghentikan kegiatannya dan segera melakukan rehabilitasi. Jelas, kata Rudi aktivitas yang dilakukan peq Jelas,kata Rudi aktivitas yang dilakukan perusahaan penambangan di Kabupaten Lingga selama ini adalah ilegal dan telah melanggar hukum. Dari pantauan Lingga Pos hingga berita ini di rilis kegiatan aktivitas penambangan masih tetap berjalan “seperti biasa saja.”(jk).